Bismillahirr Rahmanirr Rahim . . .
Syahdan, di Madinah, tinggallah seorang pemuda bernama Zulebid.
Dikenal sebagai pemuda yang baik di kalangan para sahabat. Juga dalam hal ibadahnya termasuk orang yang rajin dan taat.
Dari
sudut ekonomi dan finansial, ia pun tergolong berkecukupan. Sebagai
seorang yang telah dianggap mampu, ia hendak melaksanakan sunnah Rasul
yaitu menikah.
Beberapa kali ia meminang gadis di kota
itu, namun selalu ditolak oleh pihak orang tua ataupun sang gadis dengan
berbagai alasan.
Akhirnya pada suatu pagi, ia menumpahkan kegalauan tersebut kepada sahabat yang dekat dengan Rasulullah.
“Coba engkau temui langsung Baginda Nabi, semoga engkau mendapatkan jalan keluar yang terbaik bagimu”, nasihat mereka.
Zulebid kemudian mengutarakan isi hatinya kepada Baginda Nabi. Sambil tersenyum beliau berkata:
“Maukah engkau saya nikahkan dengan putri si Fulan?”
“Seandainya
itu adalah saran darimu, saya terima. Ya Rasulullah, putri si Fulan itu
terkenal akan kecantikan dan kesholihannya, dan hingga kini ayahnya
selalu menolak lamaran dari siapapun.
“Katakanlah aku yang mengutusmu”, sahut Baginda Nabi.
“Baiklah ya Rasul”, dan Zulebid segera bergegas bersiap dan pergi ke rumah si Fulan.
Sesampai di rumah Fulan, Zulebid disambut sendiri oleh Fulan
“Ada keperluan apakah hingga saudara datang ke rumah saya?” Tanya Fulan.
“Rasulullah saw yang mengutus saya ke sini, saya hendak meminang putrimu si A.” Jawab Zulebid sedikit gugup.
“Wahai anak muda, tunggulah sebentar, akan saya tanyakan dulu kepada putriku.”
Fulan menemui putrinya dan bertanya, “bagaimana pendapatmu wahai putriku?”
Jawab
putrinya, “Ayah, jika memang ia datang karena diutus oleh Rasulullah
saw, maka terimalah lamarannya, dan aku akan ikhlas menjadi istrinya.”
Akhirnya pagi itu juga, pernikahan diselenggarakan dengan sederhana. Zulebid kemudian memboyong istrinya ke rumahnya.
Sambil
memandangi wajah istrinya, ia berkata,” duhai Anda yang di wajahnya
terlukiskan kecantikan bidadari, apakah ini yang engkau idamkan selama
ini? Bahagiakah engkau dengan memilihku menjadi suamimu?”
Jawab
istrinya, ” Engkau adalah lelaki pilihan rasul yang datang meminangku.
Tentu Allah telah menakdirkan yang terbaik darimu untukku. Tak ada
kebahagiaan selain menanti tibanya malam yang dinantikan para
pengantin.”
Zulebid tersenyum. Dipandanginya wajah indah
itu ketika kemudian terdengar pintu rumah diketuk. Segera ia bangkit dan
membuka pintu. Seorang laki-laki mengabarkan bahwa ada panggilan untuk
berkumpul di masjid, panggilan berjihad dalam perang.
Zulebid masuk kembali ke rumah dan menemui istrinya.
“Duhai
istriku yang senyumannya menancap hingga ke relung batinku, demikian
besar tumbuhnya cintaku kepadamu, namun panggilan Allah untuk berjihad
melebihi semua kecintaanku itu. Aku mohon keridhoanmu sebelum
keberangkatanku ke medan perang.
Kiranya Allah mengetahui semua arah jalan hidup kita ini.”
Istrinya
menyahut, “Pergilah suamiku, betapa besar pula bertumbuhnya kecintaanku
kepadamu, namun hak Yang Maha Adil lebih besar kepemilikannya
terhadapmu. Doa dan ridhoku menyertaimu”
***
Zulebid
lalu bersiap dan bergabung bersama tentara muslim menuju ke medan
perang. Gagah berani ia mengayunkan pedangnya, berkelebat dan berdesing
hingga beberapa orang musuh pun tewas ditangannya. Ia bertarung
merangsek terus maju sambil senantiasa mengumandangkan kalimat
Tauhi…ketika sebuah anak panah dari arah depan tak sempat dihindarinya.
Menancap tepat di dadanya.
Zulebid terjatuh, berusaha menghindari anak panah lainnya yang berseliweran di udara.
Ia
merasa dadanya mulai sesak, nafasnya tak beraturan, pedangnya pun mulai
terkulai terlepas dari tangannya. Sambil bersandar di antara tumpukan
korban, ia merasa panggilan Allah sudah begitu dekat.
Terbayang
wajah kedua orangtuanya yang begitu dikasihinya. Teringat akan masa
kecilnya bersama-sama saudaranya. Berlari-larian bersama teman
sepermainannya. Berganti bayangan wajah Rasulullah yang begitu
dihormati, dijunjung dan dikaguminya.
Hingga akhirnya
bayangan rupawan istrinya. Istrinya yang baru dinikahinya pagi tadi.
Senyum yang begitu manis menyertainya tatkala ia berpamitan. Wajah
cantik itu demikian sejuk memandangnya sambil mendoakannya. Detik demi
detik, syahadat pun terucapkan dari bibir Zulebid. Perlahan-lahan
matanya mulai memejam, senyum menghiasinya….Zulebid pergi menghadap
Ilahi, gugur sebagai syuhada.
***
Senja datang
Angin mendesau, sepi…
Pasir-pasir beterbangan…
Berputar-putar…
Rasulullah
dan para sahabat mengumpulkan syuhada yang gugur dalam perang. Di
antara para mujahid tersebut terdapatlah tubuh Zulebid yang tengah
bersandar di tumpukan mayat musuh. Akhirnya dikuburkanlah jenazah
zulebid di suatu tempat. Berdampingan dengan para syuhada lain.
Tanpa dimandikan…
Tanpa dikafankan…
Tanah terakhir ditutupkan ke atas makam Zulebid.
Rasulullah terpekur di samping pusara tersebut.
Para sahabat terdiam membisu.
Sejenak kemudian terdengar suara Rasulullah seperti menahan isak tangis. Air mata berlinang di dari pelupuk mata beliau
Lalu beberapa waktu kemudian beliau seolah-olah menengadah ke atas sambil tersenyum. Wajah beliau berubah menjadi cerah.
Belum
hilang keheranan shahabat, tiba-tiba Rasulullah menolehkan pandangannya
ke samping seraya menutupkan tangan menghalangi arah pandangan mata
beliau.
Akhirnya keadaan kembali seperti semula.
Para shahabat lalu bertanya-tanya, ada apa dengan Rasulullah.
“Wahai Rasulullah, mengapa di pusara Zulebid engkau menangis?”
Jawab
Rasul, “Aku menangis karena mengingat Zulebid. Oo..Zulebid, pagi tadi
engaku datang kepadaku minta restuku untuk menikah dan engkau pun
menikah hari ini juga. Ini hari bahagia. Seharusnya saat ini Engkau
sedang menantikan malam Zafaf, malam yang ditunggu oleh para pengantin.”
“Lalu mengapa kemudian Engkau menengadah dan tersenyum?” Tanya sahabat lagi.
”
Aku menengadah karena kulihat beberapa bidadari turun dari langit dan
udara menjadi wangi semerbak dan aku tersenyum karena mereka datang
hendak menjemput Zulebid,” Jawab Rasulullah.
“Dan lalu mengapa kemudian Engkau memalingkan pandangannya dan menoleh ke samping?” Tanya mereka lagi.
“Aku
mengalihkan pandangan menghindar karena sebelumnya kulihat, saking
banyaknya bidadari yang menjemput Zulebid, beberapa diantaranya berebut
memegangi tangan dan kaki Zulebid. Hingga dari salah satu gaun dari
bidadari tersebut ada yang sedikit tersingkap betisnya….”
***
Di
rumah, istri Zulebid menanti sang suami yang tak kunjung kembali.
Ketika terdengar kabar suaminya telah menghadap sang ilahi Rabbi,
Pencipta segala Maha Karya.
Malam menjelang…
Terlelap ia, sejenak berada dalam keadaan setengah mimpi dan dan nyata.
Lamat-lamat ia seperti melihat Zulebid datang dari kejauhan. Tersenyum, namun wajahnya menyiratkan kesedihan pula.
Terdengar
Zulebid berkata, “Istriku, aku baik-baik saja. Aku menunggumu disini.
Engkaulah bidadari sejatiku. Semua bidadari disini pabila aku menyebut
namamu akan menggumamkan cemburu padamu….
Dan kan kubiarkan engkau yang tercantik di hatiku.”
Istri Zulebid, terdiam.
Matanya basah…
Ada sesuatu yang menggenang disana..
Seperti tak lepas ia mengingat acara pernikahan tadi pagi..
Dan bayangan suaminya yang baru saja hadir..
Ia menggerakkan bibirnya..
“Suamiku, aku mencintaimu…
Dan dengan semua ketentuan Allah ini bagi kita..
Aku ikhlas….”
source: cahaya-iman.web.id
Semoga BermanfaatSalam Santun Ukhuwah Karena-NYA
Sumber : Strawberry
Referensi Lainnya : http://kembanganggrek2.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar